BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus adalah warna kuning pada
kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan
hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin yang tidak dikendalikan.
Angka kematian bayi (AKB) di
Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup.
Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolok ukur
adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi
pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu
penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih
dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi
ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang
tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada
tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui tentang kelainan
neonates resiko tinggi yaitu mengenai ikterus.
b. Tujuan
Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian ikterus
2. Untuk mengetahui penyebab dari
ikterus neonatus
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala
dari ikterus noenatus
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan
ikterus neonates
5. Untuk mengetahui jenis ikterus dan
penatalaksanaannya
C. Manfaat
1. Memberitahukan kepada pembaca akan
penyakit ikterus
2. Mengantisipasi jika ada tanda dan
gejala ikterus pada bayi baru lahir
3. Memberitahukan kepada pembaca
penatalaksanaan penyakit ikterus
BAB II
Tinjauan Pustaka
A.Definisi
Ikterus adalah warna kuning pada
kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan
hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin yang tidak dikendalikan.
B.Kejadian
Angka kematian bayi (AKB) di
Indonesia, pada tahun 1997 tercatat sebanyak 41,4 per 1000 kelahiran hidup.
Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolok ukur
adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi
pada tahun 2025 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu
penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih
dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi
ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang
tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada
tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
Ikterus neonatorum merupakan
fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi
bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin
2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat
terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih
pendek.
Banyak bayi baru lahir, terutama
bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi <37
minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Data epidemiologi
yang ada menunjukkan bahwa lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang
dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya.
Pada kebanyakan kasus ikterus
neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan.
Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis
yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan.
Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit
metabolik (ikterus non-fisiologis).sedangkan ikterus patologis yang mempunyai
dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia
yang dasar patologisnya seperti jenis bilirubin,saat timbul dan menghilangnya
ikterus dan penyebabnya.
C.Parameter
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus
normal yang dialami oleh bayi baru lahir,tidak mempunyai dasar patologis
sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus.yang tanda-tandanya sebagai
berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
setelah bayi lahir.
b. Kadar bilirubin indirect tidak lebih
dari 10mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5mg% pada neonatus kurang bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar
bilirubin tidak lebih dari 5mg% per hari
d. Kadar bilirubin direct tidak lebih
dari 1mg%
e. Ikterus menghilang pada 10 hari
pertama
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis
2. Ikterus patologis
Ikterus patologis adalah ikterus
yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubinemia.tanda-tandanya sebagai berikut :
1) Ikterus klinis terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan
2) Peningkatan kadar bilirubin serum
sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam
3) Ikterus yang disertai proses
hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)
4) Ikterus yang disertai oleh:
- Berat lahir <2000 gram
- Masa gestasi 36 minggu
- Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
- Infeksi
- Trauma lahir pada kepala
- Hipoglikemia, hiperkarbia
- Hiperosmolaritas darah
5) Ikterus klinis yang menetap setelah
bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB)
D.Gejala
dan tanda klinis
Gejala utamanya adalah kuning di
kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan
gejala-gejala:
- Dehidrasi
- Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
- Pucat
- Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
- Trauma lahir
- Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
- Pletorik (penumpukan darah)
- Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
- Letargik dan gejala sepsis lainnya
- Petekiae (bintik merah di kulit)
- Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
- Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
- Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
- Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
- Omfalitis (peradangan umbilikus)
- Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
- Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
- Feses dempul disertai urin warna coklat
- Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
E.Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan
oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah
hemolisis yang timbul akibat inkompabilitas golongan darah ABO atau defisiensi
enzim G6PD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perdarahan tertutup (hematom
cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompabilitas darah Rh, infeksi juga
memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaan ini
terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor
lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis, hipoglikemia, dan
polisitemia.
F.Gambaran
klinis
Gambaran klinis yang paling nyata
terlihat pada perubahan warna kulit dan sklera yang menjadi kuning.
G.Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus,
ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka
kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang
bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan
sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian.
H.Patofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang
bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh oleh tubuh. Sebagian besar hasil
bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi berasal
dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin
serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi
bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi
larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan
mudah melalui membrane biologic seperti placenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar.
Dalam hepar terjadi mekanisme
ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati dan
masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi
persenyawaan dengan ligandin ( protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain
yang membawanya ke reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses
konjugasi.
Proses ini timbul berkat adanya
enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk.
Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan
melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskesi
melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai sterkobilin.Dalam usus sebagian
diarbsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses arbsorpsi
enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus.
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus.
Proses tersebut antara lain karena
tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebuh pendek
(80–90hari), dan belum matangnya fungsi hepar. Peningkatan kadar bilirubin
tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering adalah apabila
terdapat pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia,
memendeknya umur eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain,
atau terdapatnya peningkatan sirkulasienterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma
juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z
terikat oleh anion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan
anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan konjugasi hepar ( defisiensi enzim glukoronil
transferase ) atau bayi menderita gangguan eksresi, misalnya penderita
hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrahepatik.
I.Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat
obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakan diagnosis hiperbilirubnemia
pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat
transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor
risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini
ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah
kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama
hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi
intrauterine,infeksiintranatal,dan lain-lain.Secara klinis ikterus pada bayi
dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari kemudian.
Pada bayi dengan peninggian
bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan
pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak
kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna
kulit bayi sendiri.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan
atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan
penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubn langsung
(direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung lekosit, golongan
darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah tepi.
Bilirubinemia indirek,
retikulositosis dan sediaan apusan memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis
akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis
hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan
bilirubin indirek normal, makamungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis
atau patologis. Ikterus fisiologis. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin
indirek dalam serum tali pusat adalah 1 – 3 mg/dl dan akan meningkat dengan
kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat
pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 – 4, dengan kadar
5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 – 6 mg/dl untuk
selanjutnya menurun sampaikadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 –
7 kehidupan.Hiperbilirubin patologis. Makna hiperbilirubinemia terletak pada
insiden kernikterus yang tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang
lebih dari 18 – 20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir
rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yang lebih rendah ( 10 –
15mg/dl)
J.Diagnosis
banding
Ikterus yang timbul 24 jam pertatama
kehidupan mungkin akibat eritroblstosis foetalis, sepsis, rubella atau
toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam
minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya.
Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi
petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum
homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemiahemolitik yang disebabkan oleh
obat-obatan dan sebagainya.Ikterus yang persisten selama bulan pertama
kehidupan memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan “inspissated bile
syndrome”.
Ikterus ini dapat dihubungkan dengan
nutrisi parenteral total. Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung
berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit
hipotiroidisme atau stenosis pylorus.
K.Ikterus
neonatorum
Ikterus neonatorum atau bayi baru
lahir berwarna kuning (Lousada,1997 dalam buku Pregnancy and Baby Care )
adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru
lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata
sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Ikterus adalah
menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam
tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam,
yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau
sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin
indirek (unconjugated) dan direk ( conjugated ).
L.
Jenis-jenis ikterus neonatorum dan Penatalaksanaannya
1. Ikterus hemolitik
Yang
berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut eritroblastosis
fetalis atau morbus hemolitikus neonatorum.penyakit hemolitik ini biasanya
disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.
a. Inkompatibilitas rhesus
Sangat
jarang di indonesia karna sering terjadi di negara bagian barat karna 15%
penduduknya memiliki golongan darah rhesus negatif.bayi Rh positif dari ibu Rh
negatif tidak selamanya menunjukan gajala-gejala klinik pada waktu lahir
(15-20%).gejala klinik yang dapat terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari
pertama,dan semakin lama semakin berat disertai anemia yang berat pula.bila
sebelum kelahiran terdapat hemolisis berat maka bayi lahir dengan oedema umum
disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien(hidropsfoetalis).terapi yang
ditujukan adalah dengan memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih
dalam serum agar tak menjadi kern ikterus.
b. Inkompatibilitas ABO
Akibat
hemolisis inkompatibilitas golongan darah ABO.ikterus dapat terjadi pada hari
pertama dan kedua dan bersifat ringan.bayi tidak tampak sakit,anemia
ringan,hepar dan lien tidak membesar.ikterus dapat menghilang dalam beberapa
hari.kalau hemolisisnya berat seringkali dilakukan transfusi tukar darah untuk
mencegah kern ikterus.pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan kadar
bilirubin serum sewaktu-waktu.
c. Penyakit hemolitik karna kelainan
eritrosit konginetal
Golongan
penyakit ini dapat menimbulkan gamabaran klinik yang menyerupai erotroblastosis
fetalis akibat iso-imunisasi.pada penyakit ini bisanya coombs test biasanya
negatif.beberapa penyakit lain yang termasuk disini adalah : sterositosis
kongenital,anemia sel sabit,eliptositosis herediter.
2.Ikterus
obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu
dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar.akibat obstruksi maka terjadi
penumpukan bilirubun tidak langsung.bila kadarnya melebihi 1mg% maka dicurigai
menyebabkan obstruksi misalnya pada sepsis,hepatitis
neonatorum,pielonefritis,obstruksi saluran empedu.penyakit lain yang dapat
menyebabkan ikterus obstruktiva ialah atresia biliaris ekstrahepatika,kista
duktus koledokus,fibrosis kistik pankreas,kelainan-kelainan duodenum adnya
pankreas yang menghalangi pengeluaran bilirubin melalui duktus koledokus.perlu
diperiksa apakah langsung atau tidak langsung dan apakah terdapat bilirubin
dalam air kencing dan tinja.jika perlu lakukan pembedahan.
a.Hepatitis neonatal
Penyakit hepar pada masa bayi baru
lahir disebabkan olrh infeksi maupun bukan infeksi.hepatitis neonatal yang
idiopatis ini mencakup bayi-bayi yang menderita ikterus obstrukitiva tanpa
tanda dan gejala klinis hepatitis virus.
Gejala klinik
Akibat penumpukan bilirubin
direk.ikterus dapat terjadi pada waktu lahir dengan peninggian kadar bilirubun
direk pada darah umbilikus.biasanya terdapat hepatomegali dan
splenomegali.obstruksi total bilirubin dapat terjadi yang ditanadai dengan feses
yang akolis.diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi hati ditemukan
hepatosis yang besarnya ireguler dan banyak ditemukan di sel datia.dan terdapat
nekrosis dengan tanda-tanda peradangan .sel kupfer membengkak dan mengandung
besi,pigmen empedu dan lipofuchsin (pada atresia biliaris) yang membedakan
hanyalah proliferasi duktus biliaris portal hanya terdapat pada atresia
biliaris.
Pengobatan
Pengobatan khusus hapatitis neonatal
tidak ada selain pengobatan suportif.prognosis penyakit ini tidak baik biasanya
bayi akan meninggal karana sirosis biliaris.
b. Hepatitis virus
Ibu hamil dapat diserang oleh virus
hepatitis A,B atau non A dan non B.pada hepatitis A transmisi transplasenta
belum pernah dilaporkan dan hepatitis B atau non A dan non B sering terjadi.transmisi
ini terjadi pada akhir kehamilan.pada infeksi akut transmisi ini terjadi pada
postpartum bila ibu mendapat hepatitis B pada kehamilan,bayi dapat lahir dengan
HB sAg yang psitif.transmisi terjadi melalui sekresi vagina,tetapi bisa juga
dari ASI namun belum jelas.
Gejala klinik
Bayi mendapat infeksi hepatitis B
dari ibunya biasanya asimptoma gangguan fungsi hepar biasanya minimum.gejala
klinis seperti ikterus dapat terjadi dan disertai pembesaran hepar.bayi ini
akan menjadi pembawa kuman yang infeksius dan menjadi sumber penularan untuk
yang lain.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus yang
perlu dilakukan pada ibu hamil yang HbsAg psitif bayinya perlu dilindungi
sebagai berikut : segera setelah lahir bayi diberi suntikan HBIG dan langsung
di vaksinasi dengan vaksin hepatitis B (selambatnya dalam waktu 2
jam),vaksinasi dilakukan 3kali denag interval 1 bulan atau sesuai dengan skema
vaksinya digunakan.
3.Ikterus yang disebabkan oleh hal
lain
Kadang kasus ini tidak dapat
diterangkan dengan proses obstruksi.ikterus yang demikian biasanya menetap
sesudah minggu pertama kehidupan dan bilirubin yang meningkat ialah bilirubin
tidak langsung beberapa keadaan dapt pula menyebabkan ikterus neonatorum.
a. Pengaruh hormon atau obat yang
mengurangi kesanggupan hepar untuk mengadakan konjugasi untuk
bilirubin,misalnya pada brestmilk jaundice pemakaian novobiosin
b. Hipoalbuminemia : bilirubin yang
berbahaya ialah bilirubin yang tidak langsung tidak terikat pada albumin.bila
ada hipoalbiminemia yang sering terdapat adlah bayi prematur maka bilirubin
tidak langsung yang bebas meningkat
c. Adanya obat atau zat kimia yang
mengurangi ikatan bilirubin tidak langsung pada albumin misalnya:
sulfafurazole,salisilat,heparin.obat-obatan mempunyai afinitas yang besar pada
bilirubin daripada bilirubun langsung.
d. Sindroma crigler-najjar ialah
suatu penyakit herediter pada panyakitnya ini tidak terdapat atau sangat kurang
terdapat glukosa transferase dalam hepar.
e. Ikterus karna late
feeding.penundaan pemberian makanan pada neonatus terutama pada bayi prematur
dapat menyebabkan intensitas ikterus fisiologik bertambah.
f. Asidosis metabolik apat
menyebabkan naiknya kadar bilirubin tidak langsung ke\arna mengurangi
kesanggupan albumin mengikat bilirubin.
g. Pemakian vit.K misalnya dalam
bentu menaphtone dapat meneyebabkan hiperbilirubinemia kalau dosis melebihi 10
mg %
h. Ikterus yang berhubungan dengan
hipotiroidismus.ikterus yang lama pada penyakit ini mungkin disebabkan oleh
belum sempurnanya pematangan hepar.
4. kern ikterus
Ensefalopatia oleh bilirubin
merupakan suatu hal yang sangat ditakuti sebagai komplikasi
hiperbilirubinemia.gejala klinik kern ikterus adalah berupa ikterus yang
berat,letargia,tidak mau minum,muntah-muntah,sianosis,opistotonus dan
kejang.kadang gejala klinik ini ditemukan dan bayi biasanya meninggal karna
serangan apnea tetapi pada bedah mayat ditemukan kern ikterus.
Kern ikterus diserati dengan
meningkatnya kadar biirubin tidak langsung dalam serum .pada neonatus cukup
bulan dengan kadar bilirubin melebihi 20mg % sering keadaan berkembang menjadi
kern ikterus.pada bayi prematur batas yang dikatakan aman adalah 18mg % kecuali
bila kadar albumin serum lebih dari 3gr %.
Kadar albumin dalam darah dapat
memberikan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya kern ikterus.sebaliknya
pada neonatus yang menderita hipoksia,asidosis dan hipoglikemia kern ikterus
dapat terjadi walaupun kadar albumin kurang dari 16mg %.
Dengan cahaya matahari tak langsung
(solar therapy) bertujuan untuk memecah bilirubin senyawa dipirol yang
nontoksik dan dikeluarkan melalui urine dan feses.indikasinya adalah kadar
bilirubin darah lebih dari 10mg% setelah atau sebelum dilakukannya transfusi
tukar darah.dapat digunakan disamping pemberian makan dini dan pemberian plasma
dan kalori yang cukup.
M.
Pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia
Dalam penanganan ikterus cara-cara
yang dipakai untuk mencegah dan mengobati hiperbilirubinemia sampai saat ini
cara-cara itu dibagi menjadi 3 cara:
1.Mempercepat metabolisme dan
pengeluaran bilirubin
a. Early feeding : pemberian makan dini
neonatus dapat mengurangi terjadinya Ikterus fisiologik pada neonatus,karna
adnya dorongan gerakan usus dan mekonium lebih cepat dikelurkan sehingga
enterohepati bilirubin berkurang.
b. Pemberian agr-agar per os dapat mengurangi
iktesu fisiologik.mekanismenya ialah menghalangi atau mengurangi peredaran
bilirubin enterohepati.
c. Pemberian fenobarbital dapat
menurunkan kadar bilirubin tidak langsung dalam serum bayi.khasiatnya
mengadakan induksi enzim mikrosoma sehingga konjuasi bilirubin berlangsung
lebih cepat.baik diberikan sesudah anak lahir maupun diberikan pada ibunya
sebelum anak lahir dapat mencegah terjadinya ikterus fisiologik.
2.Mengubah bilrubin menjadi bentuk
yang tidak toksik dan dapat dikeluarkan melalui ginjal dan usus misalnya dengan
terapi sinar (phototerapy)
Dengan cahaya matahari tak langsung
(solar therapy) bertujuan untuk memecah bilirubin senyawa dipirol yang
nontoksik dan dikeluarkan melalui urine dan feses.indikasinya adalah kadar
bilirubin darah lebih dari 10mg% setelah atau sebelum dilakukannya transfusi
tukar darah.dapat digunakan disamping pemberian makan dini dan pemberian plasma
dan kalori yang cukup.
Yang baik ialah terapi
sinar.cremer (1958) melaporkan bahwa bayi penderita ikterus baiknya diberi
sinar matahri lebih dari penyinaran yang biasa,ikterus lebih cepat menghilang
dibandingkan bayi yang tidak disinari.penyelidikan sarjan-sarjana lain seperti Lucey
(1968), Gianta dan Rath (1968) dan lain-lain menunjukan bahwa terapi sinar
dengan menggunakan sinar buatan juga memberi hasil yang baik.dengan terapi
sinar bilirubin serum dapat turun dengan cepat 1 sampai 4mg % dalam 24 jam.
Bila terdapat kesulitan dalam
melakukan penilaian atau pemeriksaan kadar bilirubin maka dapat digunakan
ikterometer.yang terdiri dari bahan yang tembus cahaya dan mempunyai skala 1-5
yang dinyatakan dengan warna-warna.kalau bilirubin mencapai angka 3 pada
ikterometer maka dibutuhkan kadar bilirubin yang sebenarnya walaupun penilaian
ini agak kasar akan tetapi dengan mengawasi perkembangan intensitas
ikterus.metode ini telah dicoba dengan baik dibandung oleg ruskandi dan
kawan-kawan.
Penentuan kadar bilirubin menurut
cramer digunakan cara timbulnya ikterus ialah menurut aturan tertentu yaitu
sefalokaudal karna itu ia membagi-bagi tubuh manusia dalam zona-zona tertentu
dan menentukan kira-kira kadar bilirubinnya.jelas sekali walaupun penilai kadar
bilirubin dengan kedua cara ini tidak diteliti tetapi dapat memberi gambaran
mengenai intensitas ikterus manakala fasilitas tidak ada.
3. Mengeluarkan bilirubin dari
peredaran darah yaitu dengan transfusi tukar darah.
Cara yang paling tepat untuk
mengobati hiperbilirubinemia pada neonatus ialah transfusi darah.transfusi
tukar darah pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta diberikan dalm
kasus-kasus berikut :
Indikasi
a. Diberikan pada semua kasus
ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20mg %
b. Pada bayi prematur transfusi
darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gr / 100ml.
c. Pada kenaikan yang cepat
bilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama (0,3 – 1 % / jam).hal ini
terutama pada inkompatibilitas golongan darah.
d. Anemia yang berat pada neonatus
dengan tanda-tanda dekompensasi jantung
e. Bayi menderita ikterus dengan
kadar Hb.darh talipusat kurang dari 14 mg % dan coombs test langsung positif.
Alat-alat yang diperlukan
a. Semprit 2 cabang
b. Dua buah semprit berukuran 5-10
ml yang berisi Ca-glukonat 10 % dan larutan heparin encer (2ml masing-masing
1000 U dalam 250 ml NaCL 0,9%)
c. Kateter polietilen kecil 15-20cm
atau pipa lambung berukuran F5-F8
d. Bengkok dan botol kosong
e. Alat pembuka vena (vena seksi)
f. Alat resusitasi ,seperti oksigen,lariongoskop,ventilator,airway.
Teknik
a. Kosongkan lambung bayi (3-4 jam
sebelumnya jangan diberi minum,bila memungkinkan 4 jam sebelumnya diberi infus
albumin 1 gr /kg BB atau plasma manusia 20 ml/kg BB)
b. Lakukan teknik aseptik dan
antiseptik
c. Awasi selalu tanda-tanda vital
dan jaga agar jangan sampai kedinginan.
d. Bila talimpusat mesih
segar,potong kurang lebih 3,5cm dari dinding perut bila talipusat sudah kering
potong rata dengan dinding perut untuk mencegah bahaya perdarahan tali pusat,lalu
buat jahitan laso dipangkal tali pusat.
e. Kateter polietilen diisi dengan
larutan heparin kemudian salah satu ujungnya dihubungkan dengan semprit 3
cabang sedangkan ujung yang lain dimasukan dalam vena umbilikus sedalam 4-5cm.
f. Periksa tekanan pada vena
umbilikalis dengan mencabut ujung luar dan mengangkat kateter naik kurang lebih
6cm.
g. Dengan mengubah-ubah keran pada
semprit 3 cabang,lakukan penukaran dengan cara mengeluarkan 20ml darah dan
memasukan 20ml darah.demikian hingga berulang-ulang sampai jumlah total yang
keluar adalah 190ml/kg BB dan darah masuk adalah 170ml/kg BB.selama proses
pertukaran semprit harus sering dibilas dengan heparin.
h. Setelah darah masuk sekitar 150ml
lanjutkan memasukan Ca glukonat 10% sebanyak 1,5ml dan perhatikan denyut
jantung bayi.apabila lebih dari 100kali per menit waspadai adanya henti
jantung. 16
i. Bila vena umbilikalis tak dapat
dipakai maka gunakan vena safena magna kurang lebih 1cm dibawah ligamentum
inguinal dan medial dari arteri femoralis.
Perawatan setelah transfusi tukar
darah:
a. Vena umbilikalis dikompres dengan
larutan garam fisiologik supaya tetap basah seandainya masih diperlukan
transfusi tukar lagi.kateter di umbilikus dapat ditinggalkan dan ditutup secara
steril.
b. Bayi perlu diberi antibiotika
spektrum luas
c. Kadar Hb dan bilirubin diperiksa
setiap 12 jam
d. Sesudah transfusi bayi dapat
diberi terapi sinar.kalau perlu transfusi tukar darah dapat di ulang
4.ikterus pemberian ASI
Ikterus yang berhubungan dengan
pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan bilirubin indirek. Ada 2 jenis
ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu (1) Jenis pertama: ikterus
yang timbul dini (hari kedua atau ketiga) dan disebabkan oleh asupan makanan
yang kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari pertama dan (2) Jenis
kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama, bersifat familial
disebabkan oleh zat yang ada di dalam ASI.
Metabolisme
bilirubin
Penumpukan bilirubin merupakan
penyebab terjadinya kuning pada bayi baru lahir. Bilirubin adalah hasil
pemecahan sel darah merah (SDM). Hemoglobin (Hb) yang berada di dalam SDM akan
dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb akan menghasilkan 34 mg bilirubin.
Bilirubin ini dinamakan bilirubin
indirek yang larut dalam lemak dan akan diangkut ke hati terikat oleh albumin.
Di dalam hati bilirubin dikonyugasi oleh enzim glukoronid transferase menjadi
bilirubin direk yang larut dalam air untuk kemudian disalurkan melalui saluran
empedu di dalam dan di luar hati ke usus.
Di dalam usus bilirubin direk ini
akan terikat oleh makanan dan dikeluarkan sebagai sterkobilin bersama bersama
tinja. Apabila tidak ada makanan di dalam usus, bilirubin direk ini akan diubah
oleh enzim di dalam usus yang juga terdapat di dalam air susu ibu (ASI), yaitu
beta-glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali dari
dalam usus ke dalam aliran darah. Bilirubin indirek ini akan diikat oleh
albumin dan kembali ke dalam hati. Rangkaian ini disebut sirkulus enterohepatik
(rantai usus-hati).
Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat
mengalami ikterus. Ikterus ini disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak
pada hari hari pertama. Bayi mengalami kekurangan asupan makanan sehingga
bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan tidak
dikeluarkan melalui anus bersama makanan.
Di dalam usus, bilirubin direk ini
diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan
mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan
pengobatan dan jangan diberi air putih atau air gula. Untuk mengurangi
terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai berikut :
- bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit
- posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
- berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.
- bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
- jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena akan mengurangi asupan susu.
- monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari.
Ikterus karena ASI
Iketrus karena ASI pertama kali
didiskripsikan pada tahun 1963. Karakteristik ikterus karena ASI adalah kadar
bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama, berlangsung
lebih lama dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu dan tidak ada
penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Ikterus karena ASI berhubungan
dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul ikterus
pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus karena ASI juga
bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi
prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus).
Penyebab ikterus karena ASI belum
jelas tetapi ada beberapa faktor yang diperkirakan memegang peran, yaitu :
- terdapat hasil metabolisme hormon progesteron yaitu pregnane3-α 20 betadiol di dalam ASI yang menghambat uridine diphosphoglucoronic acid (UDPGA)
- peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterified yang menghambat fungsi glukoronid transferase di hati
- peningkatan sirkulasi enterohepatik karena adanya peningkatan aktivitas ß glukoronidase di dalam ASI saat berada dalam usus bayi.
- defek pada aktivitas uridine diphosphate-glucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert
Diagnosis
ikterus karna ASI
Semua penyebab ikterus harus
disingkirkan. Orangtua dapat ditanyakan apakah anak sebelumnya juga mengalami
ikterus. Sekitar 70% bayi baru lahir yang saudara sebelumnya mengalami ikterus
karena ASI akan mengalami ikterus pula.
Beratnya ikterus bergantung pada
kematangan hati untuk mengkonyugasi kelebihan bilirubin indirek ini.
Untuk kepastian diagnosis apalagi
bila kadar bilirubin telah mencapai di atas 16 mg/dl selama lebih dari 24 jam
adalah dengan memeriksa kadar bilirubin 2 jam setelah menyusu dan kemudian
menghentikan pemberian ASI selama 12 jam (tentu bayi mendapat cairan dan kalori
dari makanan lain berupa ASI dari donor atau pengganti ASI dan ibu tetap
diperah agar produksi ASI tidak berkurang). Setelah 12 jam kadar bilirubin
diperiksa ulang, bila penurunannya lebih dari 2 mg/dl maka diagnosis dapat
dipastikan.Bila kadar bilirubin telah mencapai < 15 mg/dl, maka ASI dapat
diberikan kembali. Kadar bilirubin diperiksa ulang untuk melihat apakah ada
peningkatan kembali.
Pada sebagian besar kasus
penghentian ASI untuk beberapa lama akan memberi kesempatan hati mengkonyugasi
bilirubin indirek yang berlebihan tersebut, sehingga apabila ASI diberikan
kembali kenaikannya tidak akan banyak dan kemudian berangsur menurun.
Apabila kadar bilirubin tidak turun
maka penghentian pemberian ASI dilanjutkan sampai 18-24 jam dengan mengukur
kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah
penghentian pemberian ASI selama 24 jam maka jelas penyebabnya bukan karena
ASI. ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab ikterus lainnya.
Tatalaksana
Pada hiperbilirubinemia, bayi harus
tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan air putih atau air gula karena
protein susu akan melapisi mukosa usus dan menurunkan penyerapan kembali
bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan tertentu bayi perlu diberikan
terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada ikterus dini atau ikterus
karena ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai dengan tata
laksana hiperbilirubinemia.
Yang perlu diperhatikan pada bayi
yang mendapat terapi sinar adalah sedapat mungkin ibu tetap menyusui atau
memberikan ASI yang diperah dengan menggunakan cangkir supaya bayi tetap
terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal menggunakan cangkir, maka dapat
diberikan dengan pipa orogastrik atau nasogastrik, tetapi harus segera dicabut
sehingga tidak mengganggu refleks isapnya. Kegiatan menyusui harus sering (1-2
jam sekali) untuk mencegah dehidrasi, kecuali pada bayi kuning yang tidur
terus, dapat diberikan ASI tiap 3 jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih
baik diberikan ASI dan PASI bersama daripada hanya PASI saja.
Ikterus dini yang menetap lebih dari
2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi, sehingga memerlukan tata laksana
sebagai berikut :
- jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan observasi saja.
- dilakukan skrining hipotiroid
- jika menetap sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin direk dan total.
Manajemen
& penyimpanan ASI
Pada ikterus dini dan ikterus karena
ASI diperlukan manajemen ASI yang benar. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
tanpa diberikan apa-apa selain ASI. Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila
terdapat perlekatan yang erat. Bayi disusui segera setelah lahir, sering
menyusui dan memerah ASI.
Perlekatan yang baik bila sebagian
besar areola masuk ke mulut bayi, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah
terputar ke bawah. Pada ikterus karena ASI yang ‘terpaksa’ harus menghentikan
ASI untuk sementara, sebaiknya diberikan pengganti ASI dengan tidak menggunakan
dot, tapi menggunakan sendok kecil atau cangkir. ASI harus sering diperah dan
disimpan dengan tepat terutama pada ibu yang bekerja. Berikut adalah cara
menyimpan ASI yang diperah:
1. ASI yang telah diperah dan belum
diberikan dalam waktu 30 menit, sebaiknya disimpan dalam lemari es.
2. ASI dapat disimpan selama 2 jam
dalam lemari es dengan menggunakan kontainer yang bersih, misalnya plastic
3. ASI yang diperah harus tetap dingin
terutama selama dibawa transportasi.
4. ASI yang tidak digunakan selama 48
jam, sebaiknya didinginkan di freezer dan dapat disimpan selama 3 bulan.
5. Sebaiknya diberi label tanggal pada
ASI yang diperah, sehingga bila akan digunakan, ASI yang awal disimpan yang
digunakan.
6. Jangan memanaskan ASI dengan
direbus, cukup direndam dalam air hangat. Juga jangan mencairkan ASI beku
langsung dengan pemanasan, pindahkan dahulu ke lemari es pendingin agar mencair
baru dihangatkan
Dengan manajemen ASI yang benar
diharapkan bayi dapat diberikan ASI secara eksklusif sekalipun mengalami
ikterus.
N.Komplikasi
dan Dampaknya bagi Bayi
Kern
ikterus sudah masuk dalam komplikasi.Kern ikterus adalah suatu sindrom
neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan tak terkonjugasi dalam sel-sel
otak.ditandai dengan kadar bilirubin darah yang tinggi lebih dari 20mg% pada
bayi cukup bulan atau kurang dari 18mg% pada bayi berat lahir rendah.disertai
dengan gejala kerusakan otak dan mataberputar ,tak mau menghisap, tonus otot
meningkat,leher kaku,epistotonus,sianosis serta dapat juga dikuti dengan
ketulian,gangguan dan retardasi mental di kemudian hari.
O.Prognosis
Hiperbilirubemia baru akan
berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
otak.(hiperbilirubinemia)
P.Terapi
para tenaga medis
Sesaat setelah bayi lahir seorang
bidan yang kritis maka akan secepat mungkin mengambil kesimpulan bahwa anak
mengalami ikterus dan bidan tugasnya memberi konseling kepada ibu agar memberi
ASI setelah kelahiran hingga 6 bulan.
kemudian jelaskan bahwa didalam ASI
terdapat zat yang dapat mencegah bayi terkena penyakit ikterus yang dikleuarkan
dari feses dan urine,namun harus tetap dalam pengawasan dokter dan apabila
sudah dalam keadaan yang lebih gawat bidan harus menganjurkan ibu agar
konsultasi ke dokter spesialis karna ini bukan merupakan wewenang bidan lagi,
dan ingat papun jenisya, jika pembaca mendapati bayi kuning, sebaiknya
konsultasi kepada dokter atau dokter spesialis anak.
Meski disebutkan bahwa bayi kuning
sebagian besar diantaranya karena proses alami (fisiologis) dan tidak perlu
pengobatan, seyogyanya para orang tua tetap waspada, mengingat bayi masih dalam
proses tumbuh kembang. Karenanya, konsultasi kepada dokter atau dokter
spesialis anak adalah langkah bijaksana.
Bayi berwarna (kelihatan) ‘kuning’
dalam istilah medis dinamakan dengan ikterus neonatus. Hal ini
terjadi dapat dikarenakan meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
hingga melebihi ambang batas normal. Gejalanya adalah kulit dan bagian putih
mata tampak kuning tapi suhu badan normal. Untuk bayi yang lahir cukup bulan,
kadar bilirubin-nya adalah 12,5 mg/dl (miligram per desiliter) darah. Sedangkan
bayi yang lahir kurang bulan, kadar bilirubin-nya aman pada 10 mg/dl darah.
Bilirubin adalah zat hasil pemecahan
hemoglobin
(protein sel darah merah yang mengangkut oksigen). Hemoglobin terdapat
dalam eritrosit (darah merah) yang setiap waktu mengalami pemecahan yang
akan menghasilkan heme dan globin. Dalam proses berikutnya, zat-zat tersebut
akan berubah menjadi bilirubin bebas atau indirect.
Dalam kadar tinggi, bilirubin bebas
ini bersifat racun, sulit dibuang dan sulit larut dalam air. Guna
menetralisirnya, hati akan mengubah bilirubin indirect menjadi direct
yang dapat larut dalam air. Nah, masalahnya organ hati pada sebagian bayi baru lahir
belum dapat berfungsi optimal. Barulah setelah beberapa hari organ hati akan
mengalami pematangan dan proses pembuangan bilirubin dapat berlangsung lancar.
Masa pematangan (optimalisasi) organ
hati pada setiap bayi berbeda-beda. Akan tetapi pada umumnya pada hari ketujuh
mulai berfungsi baik, maksimal 10 hari sudah berfungsi baik. Sehingga setelah
berumur 7 hari, rata-rata kadar bilirubin bayi mulai normal.
Jika bayi sampai hari ketujuh dam
maksimal 10 hari setelah lahir belum menunjukan kadar bilirubin normal maka
orang tua harus waspada. Segera periksakan ke dokter, sebab bisa jadi ini bukan
faktor fisiologis (alamiah) akan tetapi ada penyakit (patologis) dibalik ini
semua.
Pada bayi yang kuning karena faktor
fisiologis biasanya terjadi pada 2-4 hari setelah lahir dan akan sembuh pada
hari ketujuh, sebab organ hati sudah mengalami pematangan fungsi dalam memroses
bilirubin. Jadi bayi kuning karena hiperbilirubin fisiologis adalah gejala
biasa.
Sementara itu hiperbilirubin yang
disebabkan oleh penyakit (Ikterus neonatus patologis), misalnya dapat
diakibatkan karena virus hepatitis, malaria, sifilis, toksoplasma, kelainan
pada saluran empedu maupun karena ketidakcocokan rhesus (golongan darah). Bayi
masih saja kuning meskipun sudah berusia 14 hari. Dan ini pasti disertai dengan
panas yang tinggi (demam) serta berat badan tidak bertambah.
Penanganan atau terapi yang dapat
dilakukan pada bayi yang kuning karena penyakit ini antara lain :
Fenobarbital. Meningkatkan konjugasi dan ekskresi
bilirubin. Pemberian obat ini akan mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada
bayi neonatus, kalau diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam beberap hari
sebelum kelahiran atau bayi pada saat lahir dengan dosis 5 mg/kgBb/24 jam. Pada
suatu penelitian menunjukan pemberian fenobarbital pada ibu untuk beberapa hari
sebelum kelahiran baik pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan dapat
mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia. Namun karena efeknya pada
metabolisme bilirubin biasanya belum terwujud sampai beberapa hari setelah
pemberian obat dan oleh karena keefektifannya lebih kecil dibandingkan
fototerapi, dan mempunyai efek sedatif yang tidak diinginkan dan tidak menambah
respon terhadap fototerapi, maka fenobarbital tidak dianjurkanuntuk pengobatan
ikterus pada bayi neonatus.
Fototerapi (terapi sinar). Dilakukan selama 24
jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali pada batas
normal. Dengan fototerapi, bilirubin dapat dipecah dan mudah larut tanpa harus
diubah dulu oleh organ hati. Ini juga sebagai upaya agar kadar bilirubin tidak
terus meningkat karena akan berakibat fatal.
Pada terapi sinar, seluruh pakaian
bayi dilepas kecuali pada mata dan alat kelamin harus ditutupi dengan kain
kasa, sebab pertumbuhan mata bayi belum sempurna jika terkena cahaya berlebihan
dikhawatirkan akan merusak retinanya. Demikian pula dengan alat kelaminnya,
agar kelak tidak terjadi kelainan pada proses reproduksinya seperti kemandulan
dan sebagaianya.
Meskipun efektif tetap harus
waspada. Sebab fototerapi terkadang menjadikan bayi malas minum sehingga
terjadi dehidrasi. Pemecahan bilirubin justru akan memacu pengeluaran cairan
empedu ke usus sehingga memacu diare. Untuk itulah bayi harus tetap diberikan
susu ASI selama proses terapi berlangsung.
Terapi
Transfusi Tukar.
Apabila dengan penyinaran (fototerapi) masih saja tidak ada perubahan maka
perlu dilakukan transfusi tukar. Artinya darah bayi yang sudah teracuni dibuang
dan ditukar darah lain yang tidak teracuni. Hal ini dilakukan karena
dikhawatirkan apabila kadar bilirubin terus meningkat hingga 20 mg/dl darah
maka akan menimbulkan kerusakan sel otak, sehingga akan berefak pada gangguan
pada anak seperti keterbelakangan mental, gangguan motorik maupun bicara serta
gangguan pendengaran dan penglihatan.
Pemberian
ASI secara optimal.
Bahwa perlu diingat, bilirubin dapat dipecah apabila bayi mengeluarkan feses
dan urin. Sehingga pemberian ASI harus diberikan sebab ASI sangat efektif dalam
memperlancar buang air besar dan air kecil. Namun demikian, pemberiannya harus
tetap dalam pengawasan dokter, sebab pada beberapa kasus justru ASI dapat
meningkatkan bilirubin sehingga bayi semakin ‘kuning’.
Terapi
Sinar Matahari.
Ini merupakan terapi tambahan atau bahkan terapi awalan. Bisa dilakukan ketika
bayi belum mendapatkan terapi yang lain atau bisa juga setelah selesai
perawatan dari rumah sakit. Terapi ini dilakukan dengan ‘menjemur’ bayi dibawah
sinar mentari pagi antara jam 7 hingga 9 selama sekitar setengah jam dengan
dilakukan ‘variasi’ posisi (telentang dan tengkurap maupun miring).
Untuk terapi sinar matahari ini
harus diingat bahwa jangan membuat posisi bayi melihat langsung matahari karena
dapat merusak mata. Serta jangan melebihi jam 9 karena intensitas ultraviolet
sangat kuat dan akan merusak kulit bayi.
Demikian ini sedikit hasil
investigasi saya mengapa bayi baru lahir terkadang berwarna kuning. Dan dari
pengalaman saya ketika secara tidak sengaja membuka hasil foto-fotonya si Najwa
di laptop ternyata sangat kentara kuningnya, padahal dilihat biasa tidak
kelihatan kuning. Jadi terkadang hanya dilihat sekilas atau apalagi penerangan
ruangan yang redup seolah bayi tersebut nggak kuning padahal setelah dibawa
keluar atau difoto terlihat kuning.
Q.Pemeriksaan
penunjang
- Kadar bilirubin serum (total)
- Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
- Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
- Pemeriksaan kadar enzim G6PD
- Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
- Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
Penilaian Ikterus menurut
Kramer
Daerah
|
Luas
Ikterus
|
Kadar
Bilirubin
|
1
|
Kepala
dan leher
|
5 mg%
|
2
|
Daerah
1 + badan bagian atas
|
9 mg%
|
3
|
Daerah
1, 2 + badan bagian bawah dan tungkai
|
11 mg%
|
4
|
Daerah
1, 2, 3 + lengan dan kaki di bawah dengkul
|
12 mg%
|
5
|
Daerah
1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki
|
16 mg%
|
(Sarwono,2008)
BAB
III
ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI “A” UMUR 3 HARI
DENGAN IKTERUS NEONATORUM
DI RUANG PERAWATAN PERINATAL
RESIKO TINGGI RSUD ARIFIN ACHMAD
TANGGAL 13 DESEMBER 2012
Tanggal Masuk :
13-12-2012 Jam : 1100 WIB
Ruangan : No.
MR :
Tgl. Pengkajian : 13-12-2012 Dikaji
o/ MHS : Kelompok4
1. Pengkajian
A. IDENTITAS
Nama bayi : by. T
Umur bayi : 3 jam
Tgl/jam/lahir : 13-12-2012 / 08.00 wib
Jenis kelamin : laki-laki
Berat badan : 2900 gram
Panjang badan : 49 cm
Nama Ibu :Ny.
A Nama
Suami : Tn. Y
Umur :
24 Tahun Umur : 27 Tahun
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia Suku
Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama :
Islam Agama : Islam
Pendidikan :D III Pendidikan : S 1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :
Jl. Cendrawasih
B. ANAMNESA
1. Riwayat
selama kehamilan
Penrdarahan : tidak ada
Preeklamsia : tidak ada
Eklamsia :
tidak ada
Penyakit kelamin : tidak ada
2. Riwayat
persalinan sekarang
Kelahiran tunggal/ganda : tunggal
Jenis persalinan : normal
Ditolong oleh : bidan
Ketuban pecah : jernih
Keadaan dan jumlah air ketuban : ± 1200 cc
Plasentanya lahir : lengkap
Tali pusat : normal, ±50 cm
Komplikasi persalinan
Ibu : tidak ada
Janin : tidak ada
C. Pemerikasaan
fisik
1. Pemeriksaan
khusus
Apakah
air ketuban jernih bercampur meconium :
jernih
Apakah
bayi bernafas spontan : ya
Apakah
kulit bayi berwarna kemerahan : ya
Apakah
tonus/kekuatan bayi cukup :
ya
Apakah
ini kehamilan cukup bulan :
tidak
Sidik telapak kaki kiri
bayi
|
Sidik telapak kaki kanan
bayi
|
|
|
2. Pemeriksaan
umum
a. Keadaan
umum : kurang baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Tanda-tanda
vital
Nadi :
140x/I
Suhu :
37.1°C
Pernafasan :
38x/i
LK
: 36 cm
BB :
2000 gram
LD :
34 cm
3. Pemeriksaan
umum secara sistemis
a. Kepala : terlihat kuning
b. Muka : bulat
c. Mata : simetris +/+
d. Telinga : simetris +/+
e. Mulut : bersih
f. Hidung : simetris +/+, tidak ada polip
g. Leher : terlihat kuning
h. Dada : terlihat kuning
i. Perut : normal
j. Tali
pusat : normal
k. Punggung
: normal
l. Ekstremitas: aktif
m. Genitalia : normal
n. Rektum : ada
o. Kulit : terlihat kuning
4. Refleks
a. Reflek
moro : ada
b. Reflek
rooting : ada
c. Reflek
sucking : ada
d. Reflek
grasping/plantar :
ada
e. Reflek
tonik neck : ada
f. Reflek
staping : ada
g. Reflek
babin sky :
ada
5. Antropometri
a. Lingkar
kepala : 36 cm
b. Lingkar
dada : 34 cm
c. Lingkar
lengan atas : 12 cm
d. Berat badan :
2000 gram
e. Panjang
badan : 49 cm
6. Eliminasi
a. Urine : 1 x sehari
b. Meconium : -
D. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Hb : 12,4 g /dL
Bilirubin total 8.13 ml/dL . referensi
rentang nilai 0 – 1.1 . keterangan : high
A : Diagnosa : Bayi “A” umur 3 jam dengan ikterus
neonatorum.
Dasar : Lahir dengan partus normal
Tanggal 13
Desember 2012 , pukul 08.00 wib dengan umur kehamilan 38 minggu BB : 2000 gram
PB :
49 cm, LK/LD : 36/34 cm
bilirubin
8.13mg/dL.
Masalah : ikterus kramer II
Dasar : bayi kuning pada bagian
kepala, leher dan bagian atas
Masalah Potensial :
·
Resiko terjadi dehidrasi
·
Resiko terjadi infeksi
P :
1. Informasikan
hasil pemeriksaan kepada orang tua
2. Berikan
ASI
3. Kolaborasi
dengan dokter Sp.A mengenai terapi dan tidakan yang diberikan.
4. Rawat
bayi dalam incubator.
5. Observasi
KU dan TTV setiap 4 jam dan jika dirasakan KU bayi berubah.
6. Lakukan
pencegahan infeksi seperti cuci tangan, ganti baju bila : mandi, basah terkena
muntahan,kotor. Ganti popok bila BAK/BAB.
7. Terapi
: fototerapi 1 x 24 jam , cefotakxime 2 x 150 mg (im), Rob 1 x 0,3 mL, ASI,
rawat dalam incubator suhu 30oC.
BAB
IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ikterus adalah warna kuning pada
kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin. Sedangkan
hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar
bilirubin yang tidak dikendalikan.
Penanganan ikterus neonatorum sangat
tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas ikterus (kadar bilirubin
serum) jenis bilirubin,dan sebab terjadinya ikterus. Untuk mendaptkan peganagn
yang baik,pengobatan dan pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dilakukan
didasarkan pada timbulnya ikterus naiknya kadar bilirubin serum.
B.Saran
waspadai tanda dan gejala sedini
mungkin anak mengalami ikterus,orang tua perlu perhatikan pada anak jika
terjadi Dehidrasi/Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,
muntah-muntah),Pucat Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.
Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan
darah ekstravaskular,Trauma lahir:Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala),
perdarahan tertutup lainnya.Pletorik (penumpukan darah) : Polisitemia, yang dapat
disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK Letargik dan gejala
sepsis lainnya serta Petekiae (bintik merah di kulit).jika bayi dalam keadaan
seperti ini maka orang tua perlu mencurigai akan tanda-tanda bahwa bayi
mengalami ikterus dan segera konsultasikan ke dokter atau dokter spesialis
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ilmu Kebidanan 2007 edisi 3,Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Bobak.2004.buku
ajaran keperawatan maternitas.jakarta:EGC.
Hidayat,
A. Aziz Alimul. 2008. Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika
Hamilton,P.M.
1995 . Dasar-dasar keperawatan maternitas .Jakarta :EGC
Helen
Farrer RN RM . 1999. Perawatan maternitas. Jakarta : EGC
www.patologis neonatus.com
www.ikterus pada bayi baru lahir.com
http://penyakit
bbl.blogspot.com/2009/05/patologis.html
www.gangguan kesehatan bbl.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar